Selasa, 09 Maret 2010

[INDONESIA-L] Artikel Saeki Natsuko (NINDJA) Tentang HAM di ACEH

From: apakabar@saltmine.radix.net
Date: Sun Feb 27 2000 - 14:48:13 MST

Date: Sun, 27 Feb 2000 11:12:56 +0700

Berikut ini kami kirimkan tulisan dari Rekan Saeki Natsuko , LSM NINDJA
dari JEPANG seputar masalah pelanggaran HAM di Aceh. Semoga berguna.

Halim EL Bambi
Campign & Networking Division
Koalisi NGO HAM Aceh
http://come.to/koalisi-ham

--------------------------------------------------------------------------------

Citra Penegakan HAM dan Demokrasi Di Aceh:
Analisis Perspektif Masyarakat Jepang

Oleh: Saeki Natsuko

Terima kasih atas undangannya di Seminar Setengah Hari ini. Saya mau
ucapkan terima kasih kepada FARMIDIA yang memberi kesempatan ini dan
kepada kawan-kawan yang mau ikutserta seminar ini. Kemudian saya mohon
maaf karena bahasa Indonesia saya masih kurang lancar. Saya berharap
kawan-kawan memberitahu kalau ada kesalahan di dalam ucapan saya.

Yang pertama, saya mau memperkenalkan organisasi saya, NINDJA, Network for
Indonesian Democracy, Japan. NINDJA didirikan pada bulan Februari tahun
1998 untuk mendukung perjuangan HAM dan demokrasi di Indonesia. Pemerintah
Jepang sangat membantu dan menduk ung regime Soeharto yang tidak
menghargai HAM dan demokrasi. Maka NINDJA menuju untuk berubah pola
pemikirannya pemerintah dan masyarakat Jepang.

Untuk tujuan ini, NINDJA mengelola milis untuk menyiarkan berita-berita
tentang HAM dan demokrasi di Indonesia tiap-tiap hari. Selain milis,
NINDJA menerbitkan newsletter sekali sebulan. Berita-berita yang disiarkan
NINDJA dibaca oleh pejabat Deplu atau K edutaan Besar, wartawan, dosen,
dll. NINDJA kadang-kadang mengundang aktivis dari Indonesia dan mengadakan
seminar seperti ini sepaya masyarakat Jepang bisa langsung tahu apa yang
terjadi di Indonesia. NINDJA telah mengundang kawan-kawan dari Papua Barat
dan Timor Loeo Sa_e juga, dan akan mengundang kawan-kawan Aceh bulan Juni
nanti.

Judul yang akan kita bicarakan adalah "Citra Penegakan HAM dan Demokrasi
Di Aceh: Analisis Perspektif Masyarakat Jepang." Saya mau berbicara
tentang bagaimana hubungannya antara Indonesia dan Jepang selama Orde
Baru, bagaimana keterlibatannya Jepang di ka sus Aceh, dan usulan dari
saya sebagai salah satu caranya untuk menyelesaikan masalah HAM atau
demokrasi.

Hubungan antara Indonesia dan Jepang selama Orde Baru

Seperti kawan-kawan sudah tahu, hubungan antara Indonesia dengan Jepang
sangat erat, khususnya di bidang ekonomi. Jumlah bantuan Pemerintah Jepang
terhadap Indonesia sejak tahun 1957 s/d tahun 1996 sudah mencapai \ 3,33
triliun lebih (lihat Table 1) atau Rp. 216,45 triliun lebih dengan nilai
valuta rupiah sekarang. Sekitar 90% dari jumlah itu adalah pinjaman, satu
orang di Indonesia berutang kepada Pemerintah Jepang sekitar Rp. 1 juta.
Utang itu belum dihitung bunganya. Kita bayangkan, berapa kalau ditamb ah
dengan bunganya. Saya tambah informasi sedikit lagi. Kalau jumlah utang
Pemerintah Indonesia dan swasta dibagi, satu orang Rp. 7,3 juta. Tidak
mungkin rakyat Indonesia harus menanggung utang tersebut karena sekitar
30% yang saya sebutkan di atas tadi d ikatakan masuk ke dompet Soeharto
atau kroninya.

Saya kembali ke hubungan antara Indonesia dengan Jepang. Seperti saya
katakan tadi, Jepang adalah negara terbesar yang memberi bantuan dan modal
kepada Indonesia. Karena Indonesia adalah negara yang sangat penting bagi
Jepang. Indonesia yang kaya sumberda ya alaminya, seperti minyak, gas,
tembaga, karet, hutan, udang, tekstil, dan sebagainya. Selain dari
Indonesia, Jepang mengimpor minyak tanah dari Timur Tengah. Tank minyak
tanah itu melewati Selat Malaka, Selat Sunda, dan lain-lain. Indonesia
bisa jadi p asar besar, juga. Kita bisa lihat di jalan, banyak mobil atau
motor datang dari Jepang, atau elektrik, atau masako... Selain alasan dari
segi ekonomi yang saya katakan, ada alasan politik. Sesudah G30S,
Indonesia jadi negara memblokir komunisme. Sangat pe nting untuk strategis
Amerika Serikat. Jepang ikut-ikutan saja dengan strategis Amerika. Dengan
alasan demikian, Jepang sangat membantu Pemerintah Indonesia, walaupun
pemerintah itu sangat otoriter.

Bagaimana Keterlibatannya Jepang di Kasus Aceh

Sejak pertengahan 1980-an, Indonesia menuju industri non-migas karena
kemerosotan harga internasional dan penurunan jumlah produksi. Persentase
minyak, LNG dan produksi migas dalam jumlah expor memang turun dari 70,2%
(1976) ke 23,5% (1996), namun industr i migas masih industri raksasa bagi
Indonesia. Dan Jepang adalah negara terbesar yang mengimpor minyak dan LNG
dari Indonesia.

Pada 1971, Mobil Oil menggali gas field di Lhokseukon, Aceh Utara. 2 tahun
kemudian, akhir 1973, kontrak jual-beli unuk 25 tahun ditandatanggani oleh
Indonesia dan Jepang. Pada 1974, untuk membangun pabrik kilang gas di
Arun, diberi \ 31,8 milyar ($106 ju ga dengan nilai valuta dolar pada
waktu itu) dari Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) Jepang. Untuk
peningkatan produksi LNG, Chiyoda Corp. dan Mitsubishi Corp. membuat
kontrak untuk membangunkan pabrik pada 1980-an. Sebagian besar LNG dan
semua LPG yang dihasilkan di PT Arun diekspor ke Jepang.

Pada 1973 dan 1974, Jepang dilanda "Oil Crisis." Harga energi (minyak
tanah) melonjak tinggi dan dianggap keperluan pembangunan energi baru.
Selain itu, perusahaan Jepang memang ingin menanam modal atau mengekspor
plant raksasa dengan dana dari pertumbuha n ekonomi tinggi yang
dipengaruhi oleh Perang Vietnam. Maka bisa dikatakan bahwa pembangunan LNG
di Aceh adalah untuk Jepang sendiri.

Di masa DOM (Daerah Operasi Militer), PT Arun dikabarkan terlibat
pelanggaran HAM. Nama Kamp Rancung di PT Arun masih trauma bagi masyarakat
Aceh. Kalau PT Arun dibangun oleh pinjaman/modal dari Jepang dan
produksinya (LNG) digunakan oleh masyarakat Jepan g seperti saya jelaskan,
Jepang bisa dikatakan terlibat pelanggaran HAM walaupun secara tidak
langsung. Bisa kita lihat hal yang sama di kasus MOI (Mobil Oil
Indonesia). Masyarakat Amerika pun harus bertanggungjawab atas pelanggaran
HAM di Aceh selama ini .

Selain keterlibatan pelanggaran HAM, PT Arun juga mencemari lingkungan
hidup di sekitar pabrik. Saya sendiri turun ke desa sekitar pabrik PT Arun
dan wawancarai dengan penduduknya. Nelayan harus lebih jauh untuk
menangkap ikan di laut karena limbah dari p abrik. Pohon-pohon jeruk nipis
di desa jadi sakit juga. Kalau kawan-kawan ingin tahu lebih banyak lagi
boleh ditanyakan kepada kawan saya, Nurul dari LSM YAPDA dari Lhokseumawe.
Hal yang sama terjadi di sekitar pabrik ASEAN Aceh Fertilizer (AAF).
Penduduk di desa sekitar pabrik AAF dikabarkan kelaparan. AAF juga
dibangun oleh pinjaman/modal dari Jepang. Untuk AAF, OECF mengeluarkan
dana \ 33 milyar dan Bank Exim Jepang \ 14,5 milyar.

Aceh yang kaya dengan sumberdaya alaminya selama ini mengekspor hasil
produksinya terutama ke Jepang, misalnya migas, hutan, udang, kelapa
sawit, arang bakau, dan sebagainya (Lihat Table 3) dan sering dikatakan
Aceh sendiri bisa memperoleh 10% dari APBN. Menurut Suara Pembaruan (30
November 1999), pemerintah Indonesia memperoleh pendapatan, devisa tidak
kurang dari Rp 31 triliun dari Arun. Pendapatan itu sangat kontras
dibanding APBD Aceh yang hanya Rp 150 miliar per tahun atau hanya 0,5
persen dari pengh asilan Aceh yang dikembalikan dari pusat.

Malah apakah pembangunan di Aceh memperkayakan masyarakat Aceh sendiri?
Lihat Table 4. Selama 5 tahun ini, persentase penduduk miskin di Aceh
menambah 2 atau 3 kali lipat. Saya sendiri lihat bagaimana kehidupan dan
ekonomi rakyat di Aceh. Selain pencemara n, penduduk sekitar pabrik tetap
tertinggal sebagai penonton saja. Masyarakat di sekitar pabrik tidak
diberi kesempatan untuk bekerja di pabrik tersebut.

Sebuah Usulan untuk Menyelesaikan Kasus Aceh

Mungkin ada yang merasa bosang atau pikir judul untuk seminar hari ini
bukan pembangunan tapi HAM dan demokrasi. Saya selama ini bicarakan
tentang pembangunan dan hubungannya antara Indonesia dengan Jepang. Di
mana HAM? Di mana demokrasi? Saya mau jelaska n sekarang.

Sejak Soeharto mengambil alihan kekuasannya, pembangunan untuk pertumbuhan
ekonomi telah diutamakan. Dan untuk melancarkan proses pembangunan itu,
HAM atau demokrasi dibatasi. Di pembangunan, memang ada dampak yang
positif dan negatif. Kalau aktivis atau rakyat menuntut dampak negatif
seperti pembebasan tanah, pencemaran lingkungan hidup, ketidakimbangan
ekonomi dan lain lain, orang itu kadang-kadang dicap sebagai GPK atau
komunis, ditangkap atau dibunuh.

Saya sendiri melihat latar-belakannya masalah Aceh di pertanyaan Menteri
Pertambangan dan Energi Bambang Susilo Yudhoyono disiarkan oleh Radio
Australia pada tanggal 14 November 1999. Dia mengatakan TNI harus menahan
proyek LNG dan minyak tanah di Aceh. D ia juga menyatakan telah meminta
Panglima TNI Laksamana Widodo untuk melindungi karyawan yang bekerja untuk
proyek vital di Aceh.

Aceh yang kaya sumberdaya alaminya adalah daerah pening bagi Pemerintah
Indonesia. Pemerintah Indonesia harus menguasai daerah Serambi Mekkah ini
untuk memperkaya sendiri. Untuk itu harus mengamankan bantuan/modal asing.
Saya kira ini salah satu alasannya ditetapkan Aceh sebagai DOM.

Masalah Aceh belum begitu menarik perhatian masyarakat internasional.
Kenapa? Saya kira ada 2 alasan besar. Pertama, kurang informasi. Selama
regime Soeharto, informasi tentang Aceh yang kami (orang asing) bisa dapat
memang dibatasi. Yang kedua, ada prasa ngka bahwa orang Aceh adalah Muslim
yang fanatik. Ini membuat masyarakat internasional termasuk LSM agak
ragu-ragu mendukung perjuangan HAM di Aceh.

Saya pikir masyarakat Aceh menuntut pembebasan dari ketidakadilan,
ketakutan dan pelanggaran HAM. Masalah Aceh, yaitu ketidakadilan,
ketakutan atau pelanggaran HAM itu, tidak bisa diselesaikan kalau ada
militer. Militer di Aceh ini melindungi kepentingan siapa? Tentu
Pemerintah Indonesia, tetapi kepentingan Jepang dan Amerika juga
dilindungi oleh militer.

Maka sikap masyarakat internasilnal seperti saya sebutkan tadi salah.
Masyarakat internasional juga harus tanggung jawab atas masalah Aceh.
Solidaritas internasional oleh masyarakat sipil sangat dibutuhkan. Apalagi
sekarang kita menuju era globalisasi. Gl obalisasi tidak boleh dimonoloki
oleh negara atau perusahaan. Untuk menghadapi kekuatan atau kekerasaan
oleh negara dan perusahaan di era globalisasi ini, rakyat pun harus kuat
dan bentuk jaringan internasional.

Pada tanggal 15 dan 16 Januari kemarin, saya menghadiri acara Support
Committee for Human Rights in Aceh (SCHRA). SCHRA adalah jaringan
internasional baru untuk masalah Aceh. Saya sangat berharap kawan-kawan di
sini membantu SCHRA bisa berperan untuk meny elesaikan masalah Aceh.

Demikian dulu. Terima kasih atas kehadiran seminar ini dan mohon maaf
kalau ada yang kurang jelas. Saya berharap kawan-kawan memberi pertanyaan
atau komentar nanti.

Table 1. Jumlah Bantuan Pemerintah Jepang untuk Pembangunan
sejak Tahun 1957 s/d Tahun 1996

Menurut Negara Penerima (100 juta yen)


pinjaman
grant
Pemindahan teknik
jumlah

Indonesia
29,865
1,595
1,842
33,302

China
18,514
982
887
20,383

India
18,773
698
147
19,618

Philippines
16,156
1,949
1,142
19,247

Thailand
14,119
1,589
1,427
17,135


Sumber: Deplu Jepang

--------------------------------------------------------------------------------

Table 2. Pemilik dan Persentase Saham di PT Arun

pemilik saham
persentase

Pertamina
55%

Mobil Oil Indonesia
30%

Japan Indonesia LNG Co.
15%



Sumber: PT Arun

--------------------------------------------------------------------------------

Table 3. Ekspor Propinsi Daerah Istimewa Aceh Menurut Negara Tujuan

Tahun 1995-1998 (ribu US dollar)

Negara Tujuan
1995
1996
1997
1998

Jepang
1,448,506
1,496,282
1,599,030
1,185,808

Korea Selatan
693,148
616,841
649,494
514,874

China
16,670
4,907
2,801
12,260

Singapura
268,877
292,459
146,969
69,874

Vietnam
31,987
81,234
79,264
66,542

Philipina
10,180
14,834
37,805
98,499

Malaysia
1,523
15,726
14,747
10,049

Thailand
19,615
9,971
9,952
55,238

Australia
3,437
5,497
52,363
316

Inggris
10,557
12,610
16,020
10,527

Lainnya
44,163
29,017
45,856
35,099

Total Ekspor
2,562,376
2,579,378
2,654,301
2,059,087



Sumber: Kantor Statistik D.I.Aceh

--------------------------------------------------------------------------------

Table 4. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Daerah Istimewa Aceh
Menurut Kabupaten/Kota

Tahun 1993 dan 1998


Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Pendudk Miskin

Kabupaten/Kota
1993
1998
1993
1998

Aceh Selatan
60408
154264
16.71
39.20

Aceh Tenggara
44315
94142
23.10
46.29

Aceh Timur
96496
210920
15.10
29.03

Aceh Tengah
22137
50667
10.40
22.44

Aceh Barat
45694
169314
10.98
36.32

Aceh Besar
25669
105676
10.63
36.42

Pidie
45550
148942
10.34
25.00

Aceh Utara
136016
406656
14.38
39.37

Banda Aceh
17763
36372
7.25
15.52

Sabang
2637
7128
10.56
29.04

D.I.Aceh
496719
1354081
13.46
33.24



Sumber: Kantor Statistik D.I.Aceh

--------------------------------------------------------------------------------

(Sesuai dengan aslinya)

----- End of forwarded message from KOALISI NGO HAM Aceh -----

---
INDONESIA-L -
INDONESIA-NEWS -
INDONESIA-VIEWS -
SEARCH CURRENT POSTINGS -
RETURN TO Mailing List Center -

Lifetime _email_ subscription to all 3 lists now available for a one-time donation of US$250 to support Indonesia Publications' online projects. Email apakabar@radix.net to make all arrangements. ---
SUMBER WEB : http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/01/0392.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar